BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Produksi udang dunia dalam beberapa
tahun terakhir ini telah menunjukan laju pertumbuhan yang sangat fantastik. Selain
peningkatan volume produksi,industri udang dunia juga diwarnai oleh pergeseran
sistem produksi dari usaha penangkapan ke usaha budidaya khususnya di tambak. Di
samping itu, spesies udang windu ke arah udang putih khususnya udang vaname. Peningkatan
psoduksi udang vaname ini begitu pesatnya,sehingga suplai di pasar dunia
menjadi sangat meningkat. China,Vietnam,Thailand,dan
Indonesia merupakan prosuden utama udang vaname di Asia.
PT Biru Laut Khatulistiwa merupakan
salah satu perusahaan milik swasta yang bergerak di bidang perikanan khususnya
dalam hal penyediaan benih udang.
Untuk dapat
menghasilkan benih udang yang memiliki kualitas yang baik maka PT Biru Laut Khatulistiwa terus
berupaya untuk melakukan perbaikan baik yang bersifat teknis maupun non-teknis
untuk menghasilkan benih udang yang berkualitas baik kuantitas yang sesuai. Salah
satu kunci keberhasilan dalam usaha pembenihan udang vaname di PT Biru Laut
Khatulistiwa terletak pada bagian Central
Nauplii Producsion Deparment (CNPD)
dan hatchery yaitu bagian yang
memproduksi nauplii dan merawat nauplii hingga menjadi benur. PT Biru Laut
Khatulistiwa memiliki dua Central Nauplii
Production Deparment dan 12 Hatchery.
Untuk meningkatkan keterampilan dan
wawasan di lapangan maka perlu dilakukan Praktek Kerja Lapangan. Kegiatan ini
merupankan penerapan dari teori-teori yang telah di dapat dalam pembelajaran di
sekolah. Oleh karena itu diharapkan dengan dilaksanakannya kegiatan ini akan
terbentuk calon tenaga kerja professional sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari Praktek Kerja Lapangan pembenihan di PT Biru Laut Khatulistiwa adalah :
Ø
Sebagai
salah satu pembelajaran di dunia kerja agar kita bisa tau bagai mana cara
bekerja di dunia industri.
Ø
Meninjau
secara langsung unit pembenihan udang vaname di PT Biru Laut Khatulistiwa
,Merak Belantung,Kalianda,Lampung beserta kegiatan yang dilakukan khususnya
dalam pembenihan.
Ø
Meningkatkan
penegtahuan, keterampilan dan penalaran dalam berbagai aspek bioteknik usaha
pembenihan udang.
Ø
Berinteraksi
langsung dengan sistem kerja PT.Biru Laut Khatulistiwa, Lampung
Ø
Melatih
kemampuan mengidentifikasi masalah yang timbul pada pembenihan udang dan mecoba
memecahkan permasalahan yang ada.
Ø
Mengetahui
teknik pengelolaan pembenihan udang vaneme.
1.3 Deskripsi Lokasi
PT Biru Laut Khatulistiwa adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang udang. Perusahaan ini berdiri pada tahun
1990 di Desa Merak Belantung, Kalianda, Lampung Selatan dan posisinya dekat
dengan pantai. Perusahaan ini memiliki beberapa devisi produksi berupa 12
bangunan Hatchery, dan dua Central Nauplii Production Department dan
Lab Mond yang terdiri dari Research & Development dengan
delapan petak tambak plastik sebagai media pembesaran.Water Management Department, Massal Algae Culture Production Department,
Biofeed, Technology & Development, serta bagian lainnya yang saling menunjang.
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan SMKN
36 JAKARTA jurusan Agribisnis Perikanan ini dimulai dari tanggal 5 Januari
sampai dengan tanggal 3 Maret 2011.Tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
ini, bertempat di dua Department yaitu Central
Nauplii Production Depatment I dan Hatchery
PT Biru Luat Khatulistiwa.
BAB II
PRODUKSI
NAUPLII
2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam Central
Nauplii Production Department antara lain termometer, DO meter, timbangan
manual, timbangan digital, stereofoam berbagai ukuran, batu es, ban bekas,
kantong plastik packing, papan untuk
penerimaan es, tabung oksigen, selang oksigen, karet packing, sepatu boot, seragam kerja, gunting ablasi, pipa
aklimatisasi, selang aklimatisasi, bak, aklimatisasi 500 liter, gelas mineral
bekas, ember 10 liter dan 20 liter, orchid
net, kran aerasi, glass beeker 2
liter, selang siphon spiral, selang siphon benang, seser induk mesh 20, seser pakan mesh 20, kran penutup paralon, paralon
berbagai ukuran, selang aerasi, timah pemberat batu aerasi, batu aerasi,
pengaduk manual dan otomatis, gayung, kantong plastik packing, screen, blower, sapu,
scouring pad, saringan outlet holding tank mesh 150, seser
nauplii mesh 150, lampu bohlam 5
watt, lampu neon 40 watt, lampu toki 300 watt, bak beton ukuran 24 m3,
bak beton ukuran 32 m3, deeping
tank 300 L, holding tank 500 L
dan hatching tank 2000 L.
Bahan yang dipakai dalam Centarl Nauplii Production Department untuk
menghasilkan naupli antara lain EDTA, pakan cumi, pakan cacing laut putih dan
merah hidup, kaporit, air laut, air tawar, iodine, cloramin-T, formalin, PK
(kalium permanganat), oksigen murni dan deterjen.
2.2
Pemeliharaan Induk
Induk udang yang digunakan dalam Central Nauplii Production Department adalah
induk udang putih yang diimpor baik dari Hawaii dan Florida.Adapun klasifikasi
udang putih menurut Perez dan Kensley (1977) dalam Mudjiman (1992) ssebagai berikut.
Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa
Subfilum :
Crustacea
Kelas
: Malacostraca
Subkelas
: Eumalacostraca
Superordo
: Eucarida
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Dendrobrachiata
Famili
: Panaeidae
Genus
: Littopenaeus
Spesies
: Littopenaeus
vannamei
Commun Name : Udang putih,
Pasific White Shrimp
Beberapa negara sudah mulai
membudidayakan udang dari jenis vaname dan banyak negara tertarik dengan
spesies ini yang memiliki kualitas hampir sama dengan udang windu. Diharapkan
di masa yang akan datang udang putih ini menjadi idola bagi pangsa pasar di
dunia budidaya udang (Birulaut Khatulistiwa).
2.2.1 Seleksi Induk
Dalam
menentukan induk udang yang baik dalam usaha pembenihan udang diperlukan
kriteria tertentu karena merupakan langkah awal yang sangat menentukan
keberhasilan dan keberlanjutan usaha pembenihan udang di masa datang. Bila
induk udang yang dipilih merupakan induk udang yang berkualitas tiinggi maka
naupli dan benur yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang tinggi dan dapat
bermamfaat dan menguntungkan. Adapun kriteria induk yang dipilih sebagai
berikut :
ü
Berat
induk jantan 35 – 40 gram dengan panjang 17 – 21 cm ;
ü
Berat
induk betina 40 – 45 gram dengan panjang sekitar 18 – 22 cm ;
ü
Sehat ;
ü
Tidak
terkena nekrosis berat
ü
Spesific Pathogen Free dan Specifik Pathogen Resistant
ü Warna tubuh cerah dan tidak kusam
ü
Alat
kelamin sempurna dan tidak cacat
ü
Aktif,
tidak stress dan tidak sedang moulting
ü Kondisi alat reproduksi normal dan tidak
rusak, thelicum terlihat bersih dan
tidak cacat, induk jantan memiliki spermatophore
yang penuh berisi sperma, yang ditandai denggan warna putih susu pekat pada
sisi kanan dan kiri tubuh di dekat kaki jalan terakhir.
2.2.2
Proses Aklimatisasi
Aklimatisasi
adalah proses adaptasi atau menyesuaikan dari suatu organisme terhadap beberapa
parameter lingkungan, dalam kasus ni seperti suhu, pH, DO, dan salinitas.
Parameter – parameter tersebut sangat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis
udang sehingga harus dapaat disesuaikan dengan kondisi linkungan awal induk
udang agar tidak menyebabkan stress
bahkan kematian di waktu kemudian. Tujuan dari proses aklimatisasi ini adalah
untuk menekan timbulnya stress berat akibat perjalanan dan perbedaan kualitas
air antara bak penerimaan dengan kantong pengangkut induk udang serta
mengembalikan kondisi induk udang ke kondisi semula sesuai dengan habitat
awalnya.
2.3
Pematangan gonad
Dalam proses pematangan gonad induk udang dapat dilakukan beberapa
cara seperti ablasi tangkai mata induk
betina, pengaturan fotoperiod, dan pemberian pakan bernutrisi tinggi yang dapat
memacu pematangan gonad. Kematangan sperma induk udang jantan dapat dilihat
pada bagian samping pada kaki jalan pertama, terhadap bagian berwarna putih
susu. Sedangkan kematangan pada induk udang betina dapat dilihat dari
perkembanan ovarinya, yang terletak pada bagian dorsal dari tubuh udang mulai
dari karapas sampai ke pangkal ekor. Ovari tersebut berwarna hijau muda sampai
hijau tua kecokelatan. Semakin matang ovarinya maka semakin gelap warnanya dan
tampak melebar serta berkembang ke arah kepada.
2.4
Proses Pemijahan Induk
Dengan sistem reproduksi yang dimiliki oleh
udang vanname baik jantan maupun betina, maka perkawinan udang vanname
dilakukan di luar tubuh. Perkawinan/mating pada udang vaname biasanya
terjadi sebelum dan sesudah matahari terbenam, dan terjadi antara 3 – 16 detik,
dapat dirinci dalam 4 fase yaitu :
1. Pendekatan : biasanya udang jantan secara
cepat mendekati udang betina dari samping dengan berjalan di dasar.
2. Perangkakan: Setelah mendekati betina dari
samping, udang jantan merangkak dengan kepala dibawah ekor udang betina. Dengan
pendekatan tersebut, akibatnya udang betina bergerak.
3. Pengejaran: Setelah udang jantan merangkak
dibawah ekor udang betina, udang betina mulai berenang cepat. Udang betina
berenang sepanjang dinding bak atau melintasi tengah bak. Udang jantan kemudian
mengejar udang betina dan berenang dengan posisi paralel. Seekor udang betina
bisa dikejar/diburu oleh dua sampai tiga udang jantan sekaligus. Udang betina
yang telah matang telur akan diburu lebih sering dari pada yang tidak matang
telur. Jika udang betina terpisah dari udang jantan, maka udang betina matang
telur akan diseleksi untuk dimasukkan pada bak yang berisi udang jantan. Udang
betina matang telur tersebut akan mengeluarkan pheromone pertama yaitu chase-stimulating
pheromone yang disalurkan lewat air dan merangsang udang jantan untuk
memburunya. Pheromone kedua adalah mating-stimulating pheromone, yang
dikeluarkan oleh induk betina yang matang telur penuh dan hanya singkat serta
terjadi karena kontak fisik.
4. Perkawinan/mating : Setelah
pengejaran, udang jantan membalikkan tubuh ke arah ventral udang betina dan
mencengkeram betina dengan kaki jalan. Posisi ventral dengan ventral terjadi 1
sampai 2 detik, ketika udang jantan mengeluarkan spermatophore dari petasma.
Spermatophore diletakkan pada telikum betina setelah mating sempurna. Proses
pemijahan induk udang ini berlangsung dalam hitungan detik dengan rasio induk
udang jantan dan betina 1 : 1.
Setelah
terjadi mating, satu atau dua jam kemudian induk betina akan segera memijah/spawning.
Proses spawning biasanya sekitar dua menit. Selama itu udang betina
berenang perlahan pada kolom air dan menyemprotkan seluruh telur dari ovary.
Selama telur disemprotkan, udang betina dengan cepat akan mencampur telur dan
sperma yang melekat pada telikum dengan menggunakan kaki renang. Dengan
demikian telur akan terbuahi.
2.5 Persiapan Spawning/Hatching dan Holding Tank
Persiapan spawning
tank sekaligus sebagai hatching tank
dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 pagi. Hatching tank yang sudah selesai dipakai dibersihkan dengan
menggosok – gosokan dinding dan dasar bak dengan menggunakan sapu atau scouring pad lau dibilas dengan air laut
dan dibiarkan kering udara terkena panas ruangan akibat sinar matahari yang
masuk ke dalam ruang hatching.
Pembersihan ini bertujuan untuk membunuh bakteri, jamur, lumut, yang terdapat
dalam bak dan sisa naupli yang tersisah atau yang tidak terambil saat transfer ke houlding tank.
Dalam persiapan Hatching tank menggunakan
beberapa treatment obat – obatan yang
bertujuan untuk mempertahankan kualitas
air agar terbebas dari bahan beracun dan organism penganggu seperti jamur.
Jenis obat yang diberikan adalah EDTA (Ethilene
Diethyl Tetraacetic Acid) dengan dosis 15 ppm.
2.6 Proses Spawning Induk Udang Betina
Spawning
merupakan proses pelepasan telur dari tubuh induk betina setelah dibuahi.
Pada pukul 13.00 siang hari dilakukan persiapan Hatching tank. Pada pukul 19.00 sore hari dilakukan Sampling induk udang betina matang gonad dan yang sudah
memijah atau terdapat spermathopore di thelicum Saat sampling aerasi dalam bak di matikan agar dapat mempermudah dalam
pengamatan dan penyeseran Induk udang betina yang sudah memijah terdapat sperma
di dekat kakinya dan setelah itu angkat induk betina lalu pidahkan ke Hatching tank satu
persatu.
Setelah
induk betina dimasukkan ke dalam Hatching tank, aerasi sekecil mungkin pada empat titik di
sudut bak yang bertujuan untuk membuat kondisi yang tenang dalam Hatching tank sehingga
induk udang betina dapat melepaskan telurnya. Untuk mencegah induk udang betina
melompat dari Hatching tank dapat
digunakan penutup orchid net di atas Hatching tank. Proses
pelepasan telur ini terjadi pada malam hari antara pukul 22.00 sampai dengan
pukul 03.00 dini hari. Setelah semua induk udang betina mengeluarkan telurnya,
pada pukul 04.00 pagi hari induk udang betina dipindahkan kembali ke bak
pemeliharaan. Setelah itu dilakukan penghecekan dan pengaturan aerasi dan
memasang pengaduk otomatis.
2.7 Inkubasi dan
Penetasan Telur
Inkubasi telur dilakukan dalam Hatching tank dengan pengaturan aerasi yang bergelembung besar di
dua titik tengah dan bergelembung halus di keempat titik sudut bak. Setelah
semua induk udang betina ditranfer ke bak pemeliharaan pada pagi hari, lampu
toki dinyalakan tepat di atas hatching
tank. Proses inkubasi dilakukan sampai telur menetas. Hatching tank ini telah
diberi perlakuan EDTA 15 ppm, dan treflan 0,05 ppm. Pengaduk otomatis juga
dipasang agar telur tidak mengendap didasar bak mempunyai peluang besar untuk
menetas bagi telur yang fertil. Suhu inkubasi telur maksimal sekitar 320C.
Pada pagi harinya dilakukan pembersihan feses udang, pengaturan aerasi, dan
pengecekan pengaduk otomatis.Pembersihan feses dilakukan denghan penyeseran
dengan seser mesh 20 bertujuan untuk
mengurangi dekomposisi feses menjadi amonia yang dapat bersifat toksik sehingga
menghambat proses penetasan telur.
Proses penetasan telur berlansung
sejak pukul 04.00 pagi hingga pukul 15.00 sore hari. Saat transfer naupli ke holding tank, selang aerasi dan pengaduk
otomatis diangkat lalu naupli dibiarkan mengumpul ke atas permukaan air
sehingga lebih mudah dalam proses pengambilan naupli.
Setelah sebagian naupli telah
transfer, selang aerasi dimasukkan kembali dengan dua titik di tengah dan
pengaduk otomatis dilepas. Suhu air hatching
tank harus diperhatikan sehingga dipasang termometer didalamnya untuk
mengetahui fluktuasi suhu dalam sehari.Pengecekan suhu dilakukan sebanyak empat
kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00, 10,00, 14.00, 16.00. Kisaran suhu air
yang optimal dalam proses penetasan telur sekitar 300 – 320C. Begitu juga dengan ruang hatching dan holding,
pengecekan suhu dilakukan pada waktu yang sama.
Pada pagi hari sekitar pukul 06.00,
pihak R&D melakukan pengecekkan dengan mengambil sempel telur dalam hatching tank untuk mengetahui jumlah
kesseluruhan telur dan mengetahui jumlah telur yang dibuahi serta mengamati
perkembangan telur. Jumlah telur didalam hatching
tank dapat di ketahui dengan cara menghitung perbandingan antara volume air
hatching tank dengan volume air
sempel. Adapun rumus penghitungan jumlah telur sebagai berikut:
× 100 %
Sedangkan rumus yang
digunakan dalam penhitungan fertillitas telur sebagai berikut.
× 100 %
2.8 Persiapan Deeping Tank
Deeping Tank berfungsi untuk membilas naupli baik pada sat proses pemanenan dan juga
proses transfer naupli ke houlding tank.
Deeping tank dibersihkan sebanyak dua kali dan pengisian air ke dalam deeping tank dengan volume maksimum
yaitu 300 liter. Setelah kedua deeping
tank terisi penuh, pada deeping tank
pertama saluran air inlet dimatikan dan diberi aerasi lalu diberi trearment Cloramin-T dengan dosis 20
ppm. Treatment ini bertujuan untuk
mencegah bakteri dan jamur yang masih
menempel pada naupli. Dan jangan pula lupa member iodine dengan dosis 25 ppm.
2.9 Pemanenan Naupli
Sebelum
dilakukan proses pemanenan, dilakukan penhitungan sampel naupli oleh pihak Research and Development. Adapun rumus
perhitungan naupli sebagai berikut :
× ∑ Naupli Air Sampel
Setelah selesai
penhitungan nauplii maka dilakukan pemanenan nauplii dari holding
tank ke kantong plastic transparan yang telah diberi kode tujuan bak suatu hatchery. Nauplii yang dipanen biasanya
sudah mencapai stadi N-5 atau N-6. Nauplii yang terdapat dalam holding tang diseser dengan seser naupli
mesh 150 dan bekker glass berukuran
satu liter yang sebelumnya telah
direndam dalam larutan formalin dengan dosisi 5 ppm. Pada malam hari saat
sampling induk telah disiapkan bak dan plastik packing.
2.10 Packing dan Transfortasi
Naupli
Jenis pengangkutan yang dilakukan oleh CNPD adalah
pengangkutan tertutup dengan menggunakan kantong plastik noupli dengan
ketebalan 0,02 – 0,05 mm. Setelah semua naupli dimaksukkan ke plastik, kantong packing dibawa ke ruang packing
untuk pengisian oksigen dengan perbandingan 2:1 hingga 3:1, lalu kantong
ditutup dengan memutar bagian mulut plastik hingga kantong menegang dan diikat
dengan karet gelang. Penambahan oksigen bertujuan untuk mempertahankan
kelansungan hidup naupli selama pengangkutan. Selanjutnya disusun diatas mobil
distribusi sesuai dengan alamat yang dituju.
BAB III
HATCHERY (Pemeliharaan Naupli sampai
menjadi Benur)
3.1 Persiapan Bak Pemeliharaan
Agar kondisi larva dapat baik maka
langkah pertama dilakukan adalah dengan pencucian bak pemeliharaan agar bahan –
bahan organic yg dapat merugikan larva udang bisa hilang,
karena bahan organik dalam proses penguraiannya menghasilkan gas ammonia ( NH3 ) yang
bersifat racun. Walaupun kandungan ammonianya hanya 1,3 ppm dapat berbahaya
pada larva udang.
Untuk menghindari hal
tersebut maka dilakukan prosedur sebagai berikut :
v
Pencucian
bak & alat
v
Pemasangan
alat aerasi
v
Pemasangan
saringan sirkulasi
v
Uji aerasi.
3.1.1 Alat & bahan
Alat : Bahan
:
ü
Scouting
pad, ~
Air tawar
ü
Selang
1mchi ~
Detergen powder
ü
Ember ~
Povidone
ü
Kawat
saling / stainless ~
Iodine 10 %
ü
Cukter ~
Selang aerasi
ü
Pengikat
selang ~
Batu aerasi & Timah
ü
Karet ~
Oksigen (hasil blower)
ü
Pipa
goyang ukuran 200 × 230 cm ~
Formalin 37 %
ü
Tambang
dan mesin blower ~
Air laut.
ü
Fishing
line 2000
3.2 Stocking dan Aklimatisasi
Naupli
Proses persiapan media pemeliharaan
sudah sesuai dengan standar selanjutnya proses stocking yaitu penerimaan naupli dan aklimatisasi stadia larva yang
di transfer ke unit produksi adalah naupli 5 – 6 dengan tahapan pelaksanaan
secara teknis dapat dilihat di intruksi kerja stocking dan aklimatisasi naupli.
3.3 Pemeliharaan Zoea
Selama masa pemeliharaan larva udang
mengalami stadia setelah naupli kemudian mengalami beberapa kali perubahan
stadia yakni stadia zoea ( 3 – 5 hari ). Adapun proses pelaksanaan yang hatus
diperhatikan pada masa stadia ini adalah sebagai berikut :
a)
Penambahan
air
b)
Pengurangan
air
c)
Pengukuran
volume aerasi
d)
Pemberian
pakan buatan
e)
Pemberian
pakan alami / phytoplankton
f)
Pendugaan /
estimasi populasi
g)
Pemeriksaan
kondisi benur
h)
Aplikasi probiotik
3.3.1 Alat &
Bahan
Alat :
ü
Rick
filter bag
ü
Pompa air
( pompa centrifugal 10 HP )
ü
Saringan
sirkulasi / pipa goyang monopin 25 / 120 T screen nylon ( mesh size 100 )
ü
Mesin
blower ( root blower 10 HP 3 pH )
ü
Selang
aerasi green marine Ø 1/4 ˝
ü
Batu aerasi
ü
Kran
aerasi green marine
ü Timbangan digital
ü
Ketelitian
1 desimal
ü
Chothmesh
size 250
ü
Ember
ü
Gayung
hatchery
ü
Maat
plastic 500 ml
ü
Alat
penhitung ( hand tally counter )
ü
Seser
benur mesh size 100 nylon
ü
Refrakto
meter
ü
Beaker glass 500 atau 1000 ml
ü
Tissue
dan seser benur mesh size 100 nylon.
Bahan
:
ü Air laut
ü Air tawar
ü Pakan powder / artifikal
ü Stock molasses
ü Probiotik
ü Aquabides
3.3.2
Pakan alaminya / phytoplankton
Ø Single cells ( chaetoceres, chyloteella,
nannochloropsis, tretraselmis, thallasiosera.
Ø Skeletonema sp.
3.3.3
Pendugaan / Estimasi populasi
a.
Siapakan
alat pengukur 500 ml ( maat plastik )
b.
Tentukan
empat titik pengambilan sampel secara acak
c.
Ambil sampel
pada kedalaman 0,5 m dari permukaan air
d.
Hitung
jumlah larvae pada setiap pengambilan dan konversial hasilkan dengan rumus,
sebagai berikut :
× B
Ket
: A = Rata – rata jumlah larvae dari sampel yang di ambil
B = Volume air dalam pemeliharaan (
liter )
3.4
Pemeliharaan Mysis
Masa
pemeliharaan ini setelah mengalami stadia zoea dan masuk stadia mysis ( 3 – 5 hari ). Stadia zoea dan mysis
masing – masing mengalami 3 sub stadia.
Sebelumm moulting dan masuk ke stadia post larva. Proses pelaksanaan
yang harus diperhatikan pada masa stadia ini adalah sebagai berikut :
a)
Penambahan
air
b)
Pengurangan
air
c)
Pengukuran
volume aerasi
d)
Pemberian
pakan buatan
e)
Pemberian
pakan alami / phytoplankton
f)
Pendugaan /
estimasi populasi
g)
Pemeriksaan
kondisi benur
h)
Aplikasi
probiotik
3.4.1 Alat & Bahan
Alat :
ü
Rick
filter bag
ü
Pompa air
( pompa centrifugal 10 HP )
ü
Saringan
sirkulasi / pipa goyang monopin 25 / 120 T screen nylon ( mesh size 100 )
ü
Mesin
blower ( root blower 10 HP 3 pH )
ü
Selang
aerasi green marine Ø 1/4 ˝
ü
Batu
aerasi
ü
Kran
aerasi green marine
ü
Timbangan
digital
ü
Ketelitian
1 desimal
ü
Chothmesh
size 250
ü
Ember
ü
Gayung
hatchery
ü
Maat
plastic 500 ml
ü
Alat
penhitung ( hand tally counter )
ü
Seser
benur mesh size 100 nylon
ü
Refrakto
meter
ü
Beaker glass 500 atau 1000 ml
ü
Tissue
dan seser benur mesh size 100 nylon.
Bahan
:
ü Air laut
ü Artifical feeds
ü Stock molasses
ü Probiotik
ü Algae
3.4.2
Pakan alaminya / phytoplankton
Ø Single cells ( chaetoceres, chyloteella,
nannochloropsis, tretraselmis, thallasiosera.
Ø Skeletonema sp.
3.4.3
Pendugaan / Estimasi populasi
a.
Siapakan
alat pengukur 500 ml ( maat plastik )
b.
Tentukan
empat titik pengambilan sampel secara acak
c.
Ambil sampel
pada kedalaman 0,5 m dari permukaan air
d.
Hitung
jumlah larvae pada setiap pengambilan dan konversial hasilkan dengan rumus,
sebagai berikut :
× B
Ket
: A = Rata – rata jumlah larvae dari sampel yang di ambil
B = Volume air dalam pemeliharaan (
liter )
Pengambilan
sampel padabenur dilakukan setiap hari walaupun stadianya sudah berubah cara
pengambilan sampel benur tetap sama.
3.5 Pemeliharaan Post Larva
Stadia berikutnya
adalah post larva ( PL ). Identifikasi sub stadia pada stadia larva didasarkan
atas karakteristik perubahan morfologi, sedangkan pada stadia post larva
berdasarkan atas umur hari yang dihitung sejak sub stadia post larva – 1 ( PL - 1) proses pelaksanaan yang
harus diperhatikan pada masa stadia ini adalah sebagai berikut :
a)
Penambahan air
b)
Pengurangan
air
c)
Pengukuran
volume aerasi
d)
Pemberian
pakan buatan
e)
Pemberian
pakan artemia
f)
Pendugaan /
estimasi populasi
g)
Pemeriksaan
kondisi benur
h)
Aplikasi
probiotik
3.5.1 Alat & Bahan
Alat :
ü
Rick
filter bag
ü
Pompa air
( pompa centrifugal 10 HP )
ü
Saringan
sirkulasi / pipa goyang monopin 25 / 120 T screen nylon ( mesh size 100 )
ü
Mesin
blower ( root blower 10 HP 3 pH )
ü
Selang
aerasi green marine Ø 1/4 ˝
ü
Batu
aerasi
ü
Kran
aerasi green marine
ü
Timbangan
digital
ü
Ketelitian
1 desimal
ü
Chothmesh
size 250
ü
Ember
ü
Gayung
hatchery
ü
Maat
plastic 500 ml
ü
Alat
penhitung ( hand tally counter )
ü
Seser
benur mesh size 100 nylon
ü
Refrakto
meter
ü
Beaker glass 500 atau 1000 ml
ü
Tissue
dan seser benur mesh size 100 nylon.
Bahan :
ü Air
laut
ü Air tawar
ü Artifical feeds
ü Algae
ü Artemia
ü Formalin
ü Stock molasses
ü Probiotik
Pada masa post larva
benur sudah tidak dibeikan pakan alami karena sudah diberi artemia yang dapat
memicu pertumbuhan benur hingga menghasilkan kualitas yang baik, serta
menguntungkan perusahaan.
3.5.3 Pendugaan / Estimasi populasi
a.
Siapakan
alat pengukur 500 ml ( maat plastik )
b.
Tentukan
empat titik pengambilan sampel secara acak
c.
Ambil sampel
pada kedalaman 0,5 m dari permukaan air
d.
Hitung
jumlah larvae pada setiap pengambilan dan konversial hasilkan dengan rumus,
sebagai berikut :
× B
Ket
: A = Rata – rata jumlah larvae dari sampel yang di ambil
B = Volume air dalam pemeliharaan (
liter )
Pengambilan
sampel padabenur dilakukan setiap hari walaupun stadianya sudah berubah cara
pengambilan sampel benur tetap sama.
3.6 Sterilisasi dan Sanitasi
Kegiatan ini dilakukan untuk
mencegah dan mengurangi resiko terjadinya penularan dan terjangkitnya suatu
penyakit dari unit kerja satu dengan unit kerja yang lain atau dari bak yang
satu dengan bak yang lain. Sanitasi
dapat dilakukan terhadap ruangan atau peralatan bahkan terhadap bak-bak
yang bermasalah ( harus dibuang karena terjangkitsuatu penyakit / virus ).
Adapun kegiatan ini meliputi :
a. Peralatan
b. Ruangan kerja
Untuk mengurangi resiko timbulnya wadah penyakit, maka usaha
sterilisasi dan sanitasi perlu dilakukan dengan maksud untuk mengembalikan
kondisi bak seperti semula ( bersih, steril / bebas penyakit ) sebelum siap
dipergunakan kembali.
3.7 Panen Benur udang
Pemanenan
benur dilakukan pada stadia post larva 9 / 10, tetapi ini belum tentu karena
proses pemanenan dilakukan sesuai keinginan pembeli jika pembeli ingin PL kecil
seperti PL 4, PL 5, PL 6, dll. Proses panen benur ini dilakukan oleh tim panen
yang sudah ada khusus untuk panen dan packing
benur.
3.7.1 Alat & Bahan
Alat : Bahan
:
ü
Seser
benur mesh 150 ~
Air laut
ü
Deeping
tank ~
Air tawar
ü
Selang
aerasi ~
Benur yang dipanen
ü
Mesin
blower ~
Es batu
ü
Baskom
ü
Jaring
panen
3.7.2 Cara kerja :
v
Pertama-tama
kita pasang jaring panen di outlet pada bak penen,
v
Kemudian
kita buka saringan outlet dalam bak pemeliharaan
v
Lalu kita
buka outlet untuk mengeluarkan benur dalam bak
v
Lalu
saring benur yang ada didalam jaring penen dengan mengunakan seser benur,
v
Dan terakhir benur kita berikan ke tim panen
dan packing.
3.8 Pengeringan
Proses
pengeringan dimulai setelah panen dilakukan dengan maksud untuk mengebalikan
kondisi bak seperti semula 9 bersih, steril, bebas penyakit ) sebelum siap
dipergunakan kembali. Umumnya masa pengeringan dilakukan 5-10 hari. Adapun
tahapannya adaag sebagai berikut :
a. Pengeringan alat kerja
b. Penngeringan bak
c. Sanitasi linkungan
3.8.1
Alat & Bahan
Alat : Bahan
:
ü
Ember ~
Peralatan & perlengkapan kerja
ü
Scouting
pad ~
Bak pemeliharaan
ü
Alat pel ~
Detergen
ü
Selang ~
Air laut & air tawar
ü
Pompa ~
KMNO4
ü
Mesin
blower ~
Formalin
3.8.2
Cara kerja :
v
Pertama
kuras terlebih dahulu bak yang sudah panen,
v
Semprotkan
air laut ke dalam bak
v
Lalu
semprot pingiran dinding bak hingga rata
v
Kemudian
sikat pinggiran dinding bak dengan mmenggunakan scouting pad dan detergen agar
jamurnya hilang
v
Setelah
menyikat pinggiran dinding bak maka kita bersihkan selang aerasinya hingga
bersih
v
Kemudian
setelah semua sudah di sikat dan di
bersihkan lalu siram bak dengan air tawar kemudian sirang kembali dengan air
laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar