Rabu, 05 Oktober 2011

Budidaya Ikan Krapu

Budidaya Ikan Kerapu di Teluk Lampung


Ternyata tak hanya di Pulau Ayin saja berdiri bangunan/rumah yang terlihat layak dengan lengkap fasilitas di dalamnya bak cottage yang bisa buat disinggahi. Apalagi untuk menginap tentu saja menyenangkan karena pemandangan di sekitar pantai dan juga laut yang biru begitu ‘meneduhkan’ pandangan. Terasa sejuk dan damai.
Menyusuri ke beberapa pulau kecil lainnya, Saya melihat sebuah bangunan rumah kayu (bukan restoran,red) bercat coklat agak hitam. Saya merekam kesan bahwa bangunan rumah itu pastilah milik orang untuk kepentingan pribadi. Sama seperti di Pulau Ayin, dimiliki seorang Ayin saja. Bukan dikelola untuk wisata yang bisa mendatangkan wisatawan untuk berlibur di sana. Sayangnya tidak seperti yang diharapkan tadi. Ternyata pulau-pulau kecil dapat dengan mudah dimiliki orang, bukan negara yang memelihara pulau-pulau yang indah (bukan Indah ini, red). Hehe becanda kok Ndah :)


Rombongan kami di atas kapal motor bergerak medekat ke rumah itu. Tapi tidak sampai singgah ke sana. Tampak sepi dan tidak terlihat seseorang. Saya lupa nama pulau itu. Sepertinya tidak dijaga seorang pun.
Perjalanan berikutnya mampir di sebuah keramba dekat bibir pantai pulau kecil. Keramba adalah sebutan untuk sebuah tambak ikan yang dibuat orang secara sengaja yang diisi ikan-ikan untuk dibudidayakan. Kira-kira luas keramba itu 50mx50m. Ada sebuah gubuk di atas keramba itu terlihat kosong. Saya tidak melihat seorang pun di atas keramba itu. Melihat air laut yang begitu jernih dan biru, ingin rasanya menyelam dan melihat dasar laut.
Berselang beberapa menit kemudian, kapal motor merapat di pinggir keramba itu. Saya melangkah ke atas keramba yang pelampungnya dari drum-drum plastik yang diikat sehingga menjadi sebuah keramba yang mengapung di atas laut. Tampak ikan-ikan kecil di dalam jaring keramba itu. Ikan kerapu(?)
Saya tak pernah membayangkan sebelumnya kalau ikan kerapu ternyata cukup mahal jika dijual di pasaran. Apalagi untuk ekspor ke luar negeri. Harga Kerapu hidup bisa mencapai Rp100ribu-200ribu/kilogram. Sungguh menggiurkan. Memegang ikan itu saja belum pernah, apalagi untuk memakan ikan mahal itu saya belum pernah. Tapi, hari itu saya melihat ratusan ikan-ikan kerapu kecil yang sedang dibudidayakan kelompok masyarakat setempat.
Tapi, ada sebuah keramba besar yang dimiliki pengusaha di tempat yang berbeda. Kata bapak-bapak di rombongan kami, pengusaha itu tinggal di Bandarlampung. Di keramba besar itu banyak para pekerja yang rutin memotong-motongi ikan-ikan kecil. Ikan-ikan kecil itu adalah makanan untuk ikan-ikan kerapu di dalam keramba jaring. Tempatnya masih dekat dengan Pulau Legundi. Pulau dengan luas 1.742 Ha ini adalah salah satu dari pulau kecil lainnya yang berada di Teluk Lampung.
peternak-budidaya-ikan-kerapu-macan
Ada sekitar 300 petak lebih tambak ikan kerapu di sana. Satu petak tambak ikan kerapu itu kira-kira bernilai Rp7juta. Artinya, jika panen besar budidaya ikan kerapu itu bernilai Rp2,1miliar. Wow!! Luar biasa bukan?

Di keramba besar itu, ada dua jenis ikan kerapu, yakni kerapu macan dan kerapu bebek. Budidaya Ikan kerapu di kawasan ini memang sangat potensial karena komoditas tersebut merupakan salah satu mata ekspor yang sangat digemari pasar Hongkong dan Taiwan. Pada tahun 2002 diekspor sekitar 13,6 ton kerapu berbagai jenis dengan total nilai ekspor mencapai 209.870 dollar Amerika (AS).
Tak hanya keelokan laut yang indah, pulau yang menawan, tapi ada juga pembudidayaan ikan yang benar-benar ‘emas’ karena begitu mahalnya ikan ini dijual di pasaran internasional. Entahlah apa yang begitu menggiurkan saat menyantap ikan kerapu ini. Mungkin bagi lidah orang Hongkong dan Taiwan saja yang bisa merasakan nikmatnya ikan kerapu.
Ada yang tertarik langsung mencoba budidaya Ikan Kerapu di sini? Sepertinya menarik ya kalau ingin dicoba. Apalagi melihat peluang pasar yang menggiurkan harganya. Tapi untuk merawatnya juga cukup mahal. Ya sebanding dengan harga jual di pasar ekspor. (Gambar di atas: Ikan Kerapu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar