ASPEK PRODUKSI, BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN PATIN
PERSYARATAN LOKASI
Dalam
budidaya ikan patin baik sistem karamba maupun fence terdapat 3 sub
sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan dan pembesaran.
Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur
sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan patin
ukuran tertentu dari hasil pembenihan sebagai transito sebelum
dipelihara di tempat pembesaran. Pembesaran adalah pemeliharaan ikan
patin ukuran tertentu dari hasil pendederan sampai menghasilkan ikan
ukuran konsumsi.
Dalam usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus
dipenuhi untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi sumber air,
kualitas air dan tanah serta kuantitas air. Kriteria persyaratan
tersebut berbeda tergantung daripada sistem budidaya yang digunakan.
Sebelum menetapkan lokasi usaha, selain harus memenuhi persyaratan
tersebut perlu pula dipastikan kelayakan lokasi budidaya ditinjau dari
segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan
keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air. Uraian berikut adalah
persyaratan lokasi yang perlu diperhatikan menurut Khairuman, Amd dan
Ir. Dodi Sudenda (Budidaya Patin Secara Intensif, 2002)
a. Persyaratan lokasi budidaya di kolam
Sumber air :
Sumber air dapat berasal dari saluran irigasi teknis, sungai atau air
tanah yang berasal dari sumur biasa atau pompa. Pembesaran ikan patin
tidak memerlukan sumber air yang senantiasa mengalir sepanjang waktu,
namun untuk pembenihan kondisi airnya harus bersih.
Kualitas air :
Kualitas air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang
penyakit. Kualitas air meliputi sifat kimia air dan sifat fisika air.
Sifat kimia air adalah kandungan oksigen (O2), karbondioksida (CO2), pH,
zat-zat beracun dan kekeruhan air. Sedangkan sifat fisika air adalah
suhu, kekeruhan dan warna. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan
yang tahan terhadap kekurangan oksigen di dalam air dan apabila air
kekurangan oksigen ikan patin dapat mengambil oksigen dari udara. Pada
usaha budidaya intensif kandungan oksigen yang diperlukan adalah minimal
4 mg/liter air, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5
mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan
karbondioksida adalah water quality test kit atau alat pengukur kualitas
air. Nilai pH (puisanche of the H) yang normal bagi kehidupan ikan
patin adalah 7 (skala pH 1-14), namun karena pH air meningkat pada siang
hari dan menurun pada malam hari akibat berlangsungnya fotosintesa maka
derajat keasaman yang baik untuk ikan patin adalah antara 5-9.
Alat yang digunakan untuk mengukur keasaman air adalah kertas lakmus.
Zat beracun yang berbahaya bagi kehidupan ikan patin adalah amoniak,
yaitu amoniak bukan ion (NH
3) dan amonium (NH
4)
yang biasanya muncul apabila fitoplankton banyak yang mati yang diikuti
dengan penurunan pH karena kandungan karbondioksida meningkat. Batas
konsentrasi kandungan amoniak yang dapat mematikan kehidupan ikan patin
adalah antara 0,1-0,3 mg/liter air. Kekeruhan dapat mempengaruhi cahaya
matahari yang masuk ke dalam air. Kekeruhan disebabkan karena berbagai
partikel seperti lumpur, bahan organik, sampah atau plankton. Kekeruhan
yang baik adalah disebabkan oleh plankton. Alat yang digunakan untuk
mengukur kekeruhan air adalah sechi disk. Kategori kekeruhan air adalah
sebagai berikut :
Kedalaman air (cm) Kesimpulan
- 1 – 25 Air keruh, dapat disebabkan oleh plankton dan partikel tanah
>
- 25 – 50 Optimal (plankton cukup)
- 50 Jernih (plankton sedikit)
Kuantitas air :
Debit air yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ikan patin berbeda-beda
untuk budidaya pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pengetahuan
tentang debit air akan memberikan keuntungan karena dapat mengoptimalkan
penggunaan air. Ada 2 cara pengukuran debit air, yaitu secara langsung
dengan meletakkan ember di pintu air yang masuk dan secara tidak
langsung pada saluran air yang masuk ke kompleks perkolaman. Rumus
pengukuran debit air secara langsung adalah volume air dibagi waktu
(menit/detik), sedangkan secara tidak langsung adalah (lebar saluran x
kedalaman air x panjang saluran) dibagi waktu.
Tanah
Tanah yang cocok untuk budidaya ikan patin adalah tanah liat atau
lempung berpasir dan tidak poreus. Jenis tanah ini dapat menahan massa
air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat dinding kolam atau
pematang. Jenis tanah lain yang juga cocok untuk pemeliharaan ikan patin
adalah tanah terapan, tanah berfraksi kasar dan tanah berpasir.
b. Persyaratan lokasi budidaya karamba dan fence
Budidaya ikan patin sistem karamba dapat dilakukan di danau, situ,
atau sungai dengan mempertimbangkan faktor teknis dan sosial ekonomi.
Penempatan karamba di perairan umum dianjurkan di jalur arus horizontal,
di daerah muara, karena pasokan air cukup dan kandungan oksigen
terlarut juga tinggi. Selain itu pergerakan air dapat membantu
menghanyutkan sisa-sisa kotoran dan bahan organik. Penempatan fence
sebaiknya di rawa-rawa atau pinggir sungai. Penempatan karamba dan fence
di perairan luas dan terbuka sebaiknya dihindari, karena pengaruh
gelombang dan tiupan angin kencang dapat mengancam keamanannya.
Kedalaman karamba atau fence pada air yang mengalir minimal 3 meter dan
pada air yang tidak mengalir minimal 5 meter. Kriteria kualitas air
budidaya ikan patin di jaring apung adalah sebagai berikut :
Kriteria
|
Nilai Batas
|
a. |
Fisika |
|
|
- Suhu |
20-30oC |
|
- Total padatan terlarut Maksimum |
2000 mg/l |
|
- Kecerahan |
Lebih dari 45 cm |
b. |
Kimia |
|
|
- PH |
6-9 |
|
- Oksigen terlarut |
Maksimum 8 jam/hari, minimal 3 mg/l |
|
- Karbondioksida bebas |
Maksimum 15 mg/l |
|
- Amoniak |
Maksimum 0,016 mg/l |
|
- Nitrit |
Maksimum 0,2 mg/l |
|
- Tembaga(Cu) |
Maksimum 0,02 mg/l |
|
- Seng (Zn) |
Maksimum 0,02 mg/l |
|
- Mercuri (Hg) |
Maksimum 0,002 mg/l |
|
- Timbal (Pb) |
Maksimum 0,3 mg/l |
|
- Klorin bebas (Cl2) |
Maksimum 0,003 mg/l |
|
- Fenol |
Maksimum 0,001 mg/l |
|
- Sulfida |
Maksimum 0,002 mg/l |
|
- Kadmium (Cd) |
Maksimum 0,01 mg/l |
|
- Fluorida |
Maksimum 1,5 mg/l |
|
- Arsenikum (As) |
Maksimum 1 mg/l |
|
- Selenium (Se) |
Maksimum 0,05 mg/l |
|
- Krom heksavalen (Cr + 6) |
Maksimum 0,05 mg/l |
|
- Sianida (Cn) |
Maksimum 0,02 mg/l |
|
- Minyak dan lemak |
Maksimum 1 mg/l |
c. Gangguan alam
Masalah yang mengancam budidaya ikan patin di karamba jaring apung
dan fence adalah terjadinya umbalan air, berupa naiknya massa air dari
dasar ke permukaan secara tiba-tiba. Hal ini terjadi pada awal musim
hujan saat terjadi penurunan suhu secara mendadak pada lapisan permukaan
akibat hujan deras yang terjadi secara tiba-tiba. Hal ini tidak
berpengaruh terlalu buruk pada air yang jernih, sedangkan pada perairan
yang dasarnya kotor tercemar limbah (termasuk limbah pakan ikan) dapat
mengancam kehidupan ikan. Massa air yang naik ke permukaan akan membawa
senyawa-senyawa beracun yang membahayakan kehidupan ikan, misalnya yang
terjadi di waduk Cirata dan Saguling beberapa tahun yang lalu. Gangguan
alam lainnya adalah berkurangnya debit air pada musim kemarau yang
biasanya terjadi setiap tahun pada bulan Juli sampai dengan Oktober.
Penyimpangan musim kemarau biasanya terjadi setiap 5 tahun sekali.
d. Gangguan pencemaran
Lokasi budidaya ikan patin di sungai dan rawa sangat rawan terhadap
pencemaran air yang terutama muncul pada puncak musim kemarau dan awal
musim penghujan. Pencemaran dapat terjadi karena :
- Proses pembusukan akar-akar/tumbuhan yang menyebabkan air cenderung
bersifat asam dan biasanya terjadi di daerah rawa pada awal musim
hujan.
- Pencemaran bahan-bahan kimia dan energi dari limbah pabrik serta lahan pertanian.
- Pencemaran oleh limbah domestik/rumah tangga.
e. Gangguan predator
Oleh karena pembesaran ikan patin dilakukan di alam terbuka maka
kemungkinan besar terjadi serangan hama atau predator. Hama atau
predator yang sering menyerang ikan patin adalah linsang (sero), biawak,
ular air, kura-kura dan burung. Cara pemberantasan yang efektif adalah
dengan membunuh, memasang perangkap, memasang umpan beracun dan
membersihkan areal pemeliharaan dari rumput atau semak yang menjadi
sarang predator.
f. Gangguan keamanan
Gangguan keamanan pada lokasi perlu di perhitungkan dengan
menempatkan penjaga, terutama pada malam hari. Untuk itu maka di lokasi
budidaya sistem fence perlu dibuat pondok-pondok untuk tempat berlindung
bagi penjaga, sedangkan pada budidaya sistem karamba perlu dibuat
pintu-pintu penutup dengan gembok pada bagian atas sekaligus juga
berfungsi sebagai lobang tempat pemberian pakan.
g. Gangguan lalu lintas angkutan air
Jika lokasi karamba dan fence adalah di sungai yang merupakan jalur
angkutan air maka karamba atau fence harus ditempatkan di pinggir
sungai, sehingga tidak mengganggu jalur transportasi. Konstruksi karamba
atau fence harus dibuat cukup kuat agar tidak terganggu oleh ombak dan
arus yang ditimbulkan oleh lalu lintas transportasi air.
KONSTRUKSI KERAMBA
Karamba yang siap digunakan belum tersedia di pasaran, namun
bahan-bahan pembuatan karamba cukup banyak tersedia di sekitar lokasi.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan karamba terdiri dari balok
kayu dan bambu. Balok kayu berfungsi sebagai rangka dan bambu sebagai
dinding dan penutup yang diikatkan dengan tali nilon pada rangka kayu.
Bentuk karamba adalah kotak segi empat yang pada bagian bawahnya terbuka
dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter.
Penempatan karamba adalah 2/3 di dalam air dan 1/3 diatas permukaan air.
Pada bagian tengah penutup karamba dibuat lubang terbuka berukuran 0,5 x
0,5 meter yang berfungsi sebagai tempat pemberian pakan dan
pengontrolan ikan.
Di bagian dalam karamba dimasukkan jaring yang diikat pada dinding
karamba, sebagai wadah penampung ikan patin yang dipelihara. Ukuran mata
jaringnya lebih kecil dari ukuran benih ikan patin yang ditebar. Jaring
ukuran tersebut sudah tersedia dan mudah dibeli di pasaran.
Karamba ditempatkan di pinggir sungai secara berkelompok dan setiap
kelompok terdapat 20 – 40 karamba. Penempatannya secara berpasangan dan
diantara pasangan karamba ditempatkan bambu bulat yang berfungsi sebagai
tempat pengikat, sekaligus sebagai pelampung karamba. Di antara tiap
karamba dibuat jalan penghubung dari papan kayu. Kedua ujung bambu
tersebut di ikat pada tiang yang ditancapkan kedasar sungai sebagai
penahan agar karamba tidak terbawa arus air sungai. Untuk setiap
kelompok, diatas bambu pelampung dibuat pondok ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5
meter sebagai tempat berteduh bagi petugas yang jaga di malam hari.
Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dari bambu dan atap
dari daun rumbia atau nipah.
Foto 1. Karamba di tepi sungai Komering desa Tanjung Lubuk, kecamatan Kayu Agung, kabupaten OKI
Sumber : Solider, Bank Indonesia
KONSTRUKSI FENCE
Fence dalam bahasa Inggris berarti pagar; jadi sistem fence
adalah budidaya ikan patin dalam suatu tempat yang sekelilingnya di
batasi dengan pagar. Ukuran luas satu unit adalah lebar 5 meter, panjang
10 – 12 meter dan tinggi 5 meter. Konstruksi fence terdiri dari pagar
keliling, pondok (rumah jaga) dan perahu. Sistem fence yang telah siap
pakai belum tersedia di pasaran, sehingga harus dirancang dan dibuat
sendiri, kecuali anyaman bambu untuk pagar dan perahu.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pagar biasanya tersedia di
sekitar lokasi, yaitu bambu bulat ukuran panjang 11 meter; bambu anyaman
yang terdiri dari 2 macam ukuran yaitu ukuran panjang 5 meter dan
tinggi 3 – 4 meter dan ukuran panjang 5 meter dan tinggi 1,5 – 2 meter;
kayu pelawan ukuran panjang 6 – 7 meter dan tali nilon ukuran 4 mm atau
tali plastik (trapping band). Kayu pelawan berfungsi sebagai tiang yang
ditancapkan ke dalam dasar sungai dengan jarak antara 30 – 50 cm, bambu
anyaman ukuran 5 x 3 meter berfungsi sebagai pagar bagian bawah (dalam
air) dan bambu ukuran 5 x 2 meter berfungsi sebagai pagar bagian atas
yang diikat dengan nilon atau tali plastik pada masing-masing tiang
pancang. Rancangan tinggi pagar harus memperhitungkan tinggi air pada
musim hujan, untuk menghindari kemungkinan air di dalam fence melebihi
tinggi pagar. Apabila banjir, bambu anyaman bagian atas dapat ditambah
lagi.
Untuk setiap unit fence, di atasnya dibuat pondok (rumah jaga)
berukuran 1,5 x 1,5 meter, tempat berlindung orang atau petugas pada
waktu jaga di malam hari. Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu,
lantai dan dindingnya terbuat dari bambu atau papan dan atap dari rumbia
atau daun nipah. Selain pondok, dibuatkan jembatan dari bambu sebagai
jalan penghubung untuk mengontrol atau memberi makan ikan. Setiap unit
fence dilengkapi perahu terbuat dari kayu sebagai alat transportasi
orang dan pakan.
Foto 2. Fence di desa Tanjung Dayung, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI
|
Foto 3. Perahu, alat transportasi pada budidaya sistem fence, kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI
|
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
PENYEDIAAN BENIH
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijahkan
secara alami, karena sulit menciptakan atau memanipulasi lingkungan yang
sesuai dengan habitat aslinya. Karena itu untuk produksi benih
dilakukan pemijahan buatan atau induce breeding (kawin suntik) dengan
menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas atau hormon gonadotropin yang di
impor dengan nama dagang Ovaprim. Jenis ikan patin yang dipijahkan
secara kawin suntik adalah Pangasius hypopthalmus, dan ikan patin lokal
(Pangasius djambal) baru dimulai pada tahun 2000. Menurut informasi dari
Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Sumsel, direncanakan pada tahun
2004 benih ikan patin lokal mulai dikembangkan di unit-unit percontohan,
dan untuk selanjutnya disebarkan kepada Unit Pembenihan Rakyat untuk
diproduksi secara massal.
Masalah utama dalam pasokan benih ikan patin di kabupaten OKI adalah
kurangnya unit pembenihan (hatchery) ikan patin. Berdasarkan data DPKP
kabupaten OKI tahun 2002, hanya ada 1 unit pembenihan ikan patin di
kabupaten ini, yaitu di desa Lubuk Seberuk, kecamatan Lempuing seluas 40
m2 yang belum mampu memenuhi kebutuhan lokal. Pembudidaya ikan patin di
daerah OKI memperoleh benih dari Palembang dan daerah lain yaitu Bogor
(Darmaga, Jasinga dan Leuwiliang). Pengadaan benih dilakukan oleh para
distributor benih yang tersebar di 4 kecamatan di kabupaten OKI
sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Distributor Benih Ikan Patin di Kabupaten OKI
No
|
Kecamatan
|
Luas (m2)
|
Kapasitas produksi (ekor/thn)
|
1
|
Inderalaya |
198
|
230.000
|
2
|
Tanjung Batu |
250
|
400.000
|
3
|
Sirah Pulau Padang |
100
|
470.000
|
4
|
Tanjung Lubuk |
150
|
60.000
|
|
Jumlah |
698
|
1.160.000
|
Sumber: DPKP Kabupaten OKI, 2003
Para distributor benih, rata-rata 3 – 5 kali sebulan membeli benih
dari Bogor dan setiap pembelian sekitar 50.000 – 60.000 ekor. Mortalitas
atau tingkat kematian benih yang berasal dari Bogor relatif rendah,
yaitu sekitar 10 ekor per 50.000 ekor benih atau kurang dari 0,02%.
Ukuran benih yang dibeli adalah 1,5 – 2 inci, namun apabila benih yang
diperlukan lebih banyak maka ukuran benih yang dibeli adalah 1 – 2 inci.
Pembudidaya ikan patin pola karamba membeli benih dari distributor,
sedangkan pembudidaya sistem fence membeli langsung dari tempat
pembenihan
PEMELIHARAAN
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal Bab ini, tahapan kegiatan
dalam budidaya ikan patin meliputi pembenihan, pendederan dan
pembesaran. Pada sistem karamba lazimnya hanya dilakukan pembesaran,
sementara pada sistem fence pembudidaya juga melakukan pendederan.
Sistem Fence.
(1). Pendederan
Pendederan dilakukan di dalam fence dengan menggunakan jaring hapa
yang berukuran halus atau yang biasa digunakan sebagai tempat penetasan
telur pada pembenihan ikan mas. Keuntungan yang diperoleh jika penebaran
benih dilakukan dalam jaring antara lain dapat menghindari serangan
hama sehingga mortalitasnya rendah; mudah mengontrol dan memberi pakan;
dan mudah memanen hasilnya. Ukuran mata jaring harus disesuaikan dengan
ukuran benih patin yang ditebarkan untuk menghindari lolosnya benih
patin dari dalam jaring. Ukuran mata jaring yang umum digunakan adalah 3
x 3,5 x 0,75 cm.
Jaring harus bersih dan tidak sobek. Jaring dipasang di pinggir fence
dan setiap sudut jaring diikatkan ke bambu atau kayu sebagai penahan
sehingga posisi jaring tetap. Ketinggian air didalam jaring berkisar
antara 50 – 75 cm. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari
saat suhu masih rendah. Agar benih yang ditebar tidak mengalami stres,
penebaran dilakukan dengan aklimatisasi, yaitu melakukan penyesuaian
suhu air di wadah pengangkutan terhadap suhu air di dalam jaring dengan
cara menambahkan atau mencampur air di dalam wadah pengangkutan dengan
air dalam jaring sedikit demi sedikit. Benih-benih patin yang ditebar
dibiarkan keluar dengan sendirinya. Padat penebaran adalah antara 75 –
100 ekor/m
3 air.
Selama pendederan benih diberi pakan tambahan karena benih patin
berada dalam wadah yang terbatas sehingga tidak mungkin mendapat makanan
alami. Makanan tambahan diberikan dalam bentuk tepung sebanyak 3 – 5%
dari berat total patin yang didederkan. Pemberian pakan diberikan pada
pagi, siang, sore dan malam hari. Lama pendederan sekitar satu bulan
atau disesuaikan dengan kebutuhan atau ukuran untuk pembesaran.
Mortalitas selama pendederan adalah sekitar 15%- 20% dari total benih
yang didederkan.
Benih sudah dapat dilepaskan ke tempat pembesaran setelah mencapai
ukuran untuk pembesaran atau berumur satu bulan. Pemanenan dilakukan
dengan mengangkat ketiga sudut bagian bawah jaring secara
perlahan-lahan. Benih akan terkumpul di sudut yang lain, kemudian benih
di tangkap dengan menggunakan alat tangkap halus berupa scop net dan
selanjutnya ditampung sementara di tempat penampungan atau langsung
ditebar ke tempat pembesaran.
(2). Penebaran benih untuk pembesaran
Padat penebaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada
saat menebarkan benih. Jika padat penebaran tinggi, dikhawatirkan
terjadi kanibalisme terhadap ikan-ikan yang lebih lemah. Selain itu,
ikan menjadi rentan terhadap penyakit akibat luka yang disebabkan oleh
senggolan antar ikan atau senggolan dengan dinding karamba. Padat
penebaran juga harus memperhatikan keterkaitan antara jumlah ikan yang
ditebar dengan daya tampung optimal dari tempat pembesaran. Sebagai
pedoman, jumlah ikan yang akan ditebar dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
PPI = (BTP) : (BRP x BRT), dimana
PPI = Padat penebaran ikan (kg/m3)
BTP = Berat total panen (kg/m3)
BRP = Berat rata-rata produksi akhir (kg/ekor)
BRT = Berat rata-rata penebaran (kg/ekor)
Penebaran benih ikan patin di sistem fence dapat dilakukan secara
langsung dengan membiarkan benih keluar dari jaring apung dengan
sendirinya, tanpa aklimatisasi karena jaring pendederan di tempatkan
dalam fence. Padat penebaran benih menggunakan rumus sebagaimana
dijelaskan di atas.
Sistem Karamba
Pada budidaya sistem karamba hanya dilakukan pembesaran, tanpa
pendederan. Oleh karena itu pada buku ini tidak dijelaskan mengenai cara
pendederan pada sistem karamba.
Pada tahap pembesaran, ukuran benih yang ditebar di karamba minimal
telah mencapai berat 50 gr per ekor atau panjang 2,5 – 3,5 inci. Benih
yang ditebar sebaiknya memiliki ukuran yang sama dan seumur. Jika ada
yang lebih besar atau lebih tua umurnya dikhawatirkan akan mendominasi
benih lainnya, baik dalam persaingan hidup maupun persaingan mendapat
makanan. Padat penebaran benih yang disarankan adalah sekitar 5 kg/m
2. Padat penebaran sebanyak itu akan menghasilkan panen sekitar 30 – 40 kg/m
2.
Agar ikan patin yang ditebar di karamba jaring apung tidak mengalami
stress, penebaran benih patin sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore
hari saat suhu masih rendah. Penebaran dilakukan dengan aklimatisasi
yaitu benih patin yang berada dalam kantong plastik pengangkutan di
biarkan mengapung diatas air selama 5 – 10 menit. Selanjutnya kantong
plastik dibuka dan ditambahkan air dari karamba jaring apung sedikit
demi sedikit kedalam kantong sampai kondisi air di dalam kantong sama
dengan kondisi air di dalam karamba jaring apung. Proses aklimatisasi
ini selesai jika ikan patin di dalam kantong plastik keluar dengan
sendirinya ke karamba.
PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN
Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian
terbesar dari biaya operasional dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan
hasil penelitian para ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan
ikan selama pembesaran, setiap hari ikan patin perlu diberikan makanan
tambahan berupa pelet sebanyak 3 – 5% dari berat total tubuhnya.
Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali yaitu,
pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada malam hari
sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan
patin lebih aktif pada malam hari.
Namun berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya ikan patin di
kabupaten OKI, terdapat perbedaan antara hasil penelitian tersebut
dengan pemberian pakan yang dilakukan baik dalam hal jenis, jumlah dan
saat pemberian pakan selama pembesaran. Pemberian pakan pada sistem
karamba dan fence yang dilakukan di kabupaten OKI adalah sebagai berikut
:
- Sistem Karamba :
Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem karamba
dilakukan sejak benih ditebar sampai saat ikan dipanen dengan jumlah
pakan disesuaikan dengan umur ikan. Pemberian pakan dilakukan hanya satu
kali pada sore hari. Dengan padat penebaran 1.250 ekor per karamba,
pakan yang diberikan pada benih berumur 1-2 bulan adalah sebanyak 30 kg
per bulan dan pada umur 3-6 bulan sebanyak 300 kg per bulan.
- Sistem fence :
Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem fence
dilakukan sejak benih ditebar di transito sampai benih berumur 2 bulan.
Pada umur ikan 3 bulan pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik
ditambah dengan pakan ramuan sendiri. Dosis pakan per 12.500 ekor
penebaran pada bulan pertama adalah 50 kg, pada bulan kedua 150 kg dan
pada bulan ketiga 300 kg. Setelah umur ikan lebih dari 3 bulan pakan
yang diberikan hanya pakan ramuan sendiri. Bahan baku untuk pembuatan
pakan ramuan sendiri mudah diperoleh dan banyak terdapat di sekitar
lokasi pembesaran ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri dilakukan setiap
pagi dan pemberian pakan dilakukan sekali sehari pada sore hari. Ada dua
cara pembuatan pakan ramuan sendiri, yaitu :
(a). Pakan rebus :
Bahan baku pembuatan pakan rebus terdiri atas ikan asin kualitas
rendah (below standard = BS), tepung katul dan dedak halus dengan
komposisi sebagaimana terdapat pada Tabel 3. Jumlah bahan baku yang
disediakan adalah untuk pemberian pakan bagi 10 ribu ekor ikan.
Tabel 3.
Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri
Bahan Baku
|
Komposisi menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
|
4 bulan
|
5 bulan
|
6-7 bulan
|
8-10 bulan
|
a. Ikan asin BS |
14
|
21
|
42
|
49
|
b. Tepung katul |
30
|
45
|
90
|
105
|
c. Dedak halus |
40
|
60
|
120
|
140
|
Jumlah
|
84
|
126
|
252
|
294
|
Sumber : Data primer
Adapun peralatan yang digunakan untuk pembuatan pakan adalah wadah
dari tong (ukuran setengah drum), kompor pompa minyak tanah dan tungku
masak. Cara membuatnya adalah sebagai berikut. Campuran bahan diramu di
dalam tong dan ditambah air bersih, diaduk sampai rata dan direbus
selama 2 jam, kemudian didinginkan. Setelah dingin, pakan yang masih
diwadahi dalam tong atau dimasukkan kedalam karung plastik diangkut
dengan perahu ke lokasi fence. Pemberian pakan dilakukan sekali dalam
sehari pada sore hari dengan cara pakan dikepalkan dalam genggaman
kemudian disebarkan di seluruh permukaan air. Menurut keterangan
pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini, hanya 75% pakan yang dapat
dimakan oleh ikan, sedangkan sisanya 25% tidak termakan dan terbuang
oleh arus air sungai yang mengalir.
Foto 4 : Pembuatan pakan rebus
|
Foto 5 : Hasil olahan pakan rebus
|
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
(b). Pakan tidak dimasak :
Bahan baku untuk pembuatan pakan tidak dimasak terdiri dari dedak,
ikan asin BS, ampas singkong, bekatul dan ampas tahu. Komposisi dan
jenis bahan baku pembuatan pakan tidak dimasak buatan sendiri adalah
sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Jumlah bahan baku pada tabel
dipergunakan untuk memberikan pakan bagi 12,5 ribu ekor ikan.
Tabel 4.
Komposisi Bahan Baku Pakan Tidak Dimasak Buatan Sendiri
Bahan Baku
|
Komposisi menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
|
3 bulan
|
4 bulan
|
5 bulan
|
6 bulan
|
7-10 bulan
|
a. Ikan asin BS |
12
|
24
|
30
|
40
|
60
|
b. Tepung katul |
12
|
24
|
30
|
40
|
60
|
c. Dedak halus |
5
|
10
|
30
|
40
|
60
|
d. Ampas ubi kayu
|
10
|
20
|
30
|
40
|
60
|
e. Ampas tahu |
11
|
22
|
30
|
40
|
60
|
Jumlah
|
50
|
100
|
150
|
200
|
300
|
Sumber : Data primer
Foto 6. Pengolahan pakan menggunakan mesin
|
Foto 7. Hasil pakan menggunakan mesin
|
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
Pengolahan pakan menggunakan seperangkat alat-alat mekanis yang
dirancang sendiri. Peralatannya terdiri dari generator diesel
berkekuatan 15.000 watt, mesin cincang daging (molen) ukuran besar 4
buah dan dinamo sebagai tenaga penggerak. Cara pembuatan pakan adalah
sebagai berikut: Masing-masing bahan baku pakan ditimbang sesuai
kebutuhan dan dicampur di dalam wadah ukuran persegi empat yang terbuat
dari papan serta diaduk sampai rata, kemudian dimasukkan kedalam molen
untuk diproses menjadi pelet. Kemudian pelet di tampung dalam wadah
plastik, dijemur beberapa jam di sinar matahari dan siap untuk diberikan
kepada ikan. Hasil pakan olahan hampir sama dengan pakan buatan pabrik
yaitu pelet berbentuk silindris ukuran diameter 5 mm dan panjang 4 – 5
cm. Menurut keterangan pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini lebih
efektif karena sebanyak 99% pakan dapat dimakan oleh ikan, sedangkan
sisanya sebanyak 1% terbuang bersama arus air sungai yang mengalir.
PENGENDALIAN HAMA
Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan
pembesaran karena kegiatan tersebut dilakukan di alam terbuka, sedangkan
pembenihan dilakukan di ruangan tertutup. Hama ikan patin berukuran
lebih besar dari pada ikan patin dan bersifat memangsa (predator),
sehingga secara fisik mudah dikenali. Jenis-jenis hama tersebut dan cara
pemberantasannya telah dijelaskan dimuka.
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan
yaitu penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan
penyakit non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab
penyakit infeksi adalah parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular.
Sedangkan penyebab penyakit non infeksi adalah keracunan dan kekurangan
gizi.
Penyakit akibat infeksi :
-
Parasit adalah penyakit bintik putih (white spot), yang terjadi
akibat infeksi Ichtyophthirius multifiliis yang biasanya menyerang benih
berumur 1 – 6 minggu. Gejala serangan dicirikan dengan adanya
bintik-bintik putih di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang
dan berenangnya tidak normal. Penanggulangannya dengan menggunakan
formalin yang mengandung Malachite Green Oxalate (FMGO) sebanyak 4
gram/liter air. Pencegahan pada ikan yang berukuran lebih besar adalah
dengan perendaman selama 24 jam dalam FMGO dengan dosis 10 ml/m3 air
seminggu sekali.
-
Bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp. dan
Pseudomonas sp. Serangan terjadi pada bagian perut, dada dan pangkal
sirip disertai perdarahan. Gejalanya lendir di tubuh ikan berkurang dan
tubuhnya terasa kasar saat diraba. Pencegahannya adalah dengan
memusnahkan ikan yang mendapat serangan cukup parah agar tidak menulari
ikan yang lain. Jika serangan belum parah dapat dilakukan pengobatan
dengan cara perendaman menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK)
sebanyak 10-20 ppm selama 30-60 menit. Cara pengobatan lain adalah
perendaman dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 jam
atau dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain
perendaman, pengobatan dapat dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan
ke dalam makanan seperti Chloromycetin sebanyak 1-2 gram per kg makanan.
-
Jamur dapat menyerang ikan patin karena adanya luka-luka di badan
ikan. Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp. dan
Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin yang terserang jamur adalah adanya
luka di bagian tubuh terutama di tutup insang, sirip dan bagian
punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi benang-benang halus seperti
kapas berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahannya adalah dengan
menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan menjaga agar
tubuh ikan tidak terluka. Cara pengobatannya adalah dengan perendaman
dalam larutan Malachite Green Oxalate dengan dosis 2-3 gram/m3 air
selama 30 menit, diulang sampai tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di kabupaten OKI,
serangan hama dan penyakit terhadap ikan patin yang dipelihara relatif
sedikit. Gejala penyakit yang sering timbul adalah kurangnya nafsu makan
ikan, terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut
biasanya digunakan multivitamin Previta Fish P yang dicampur dalam
makanan buatan sendiri atau pemberian makanan berupa pelet buatan pabrik
yang sudah mengandung vitamin. Untuk serangan penyakit tertentu yang
mengakibatkan kematian ikan digunakan obat Khemy dengan dosis pengobatan
1,5 sendok teh yang dicampur dalam pakan buatan sendiri.
PANEN
Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah
6 – 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan
patin yang dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci
membutuhkan waktu selama 6 – 8 bulan untuk mencapai ukuran satu
kilogram. Sedangkan ikan patin yang dipelihara dengan sistem fence
dengan ukuran awal 1,5 – 2 inci membutuhkan waktu selama 8 – 12 bulan
untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan dilakukan secara selektif
karena pertumbuhan ikan tidak seragam.
Cara panen ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat
tangkap lainnya. Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan
menghindari adanya luka karena dapat menurunkan mutu dan harga jual
ikan. Penangkapan langsung menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan
karena tangan bisa terluka terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk
menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari sebelum dipanen biasanya
pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin yang dipanen
dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih sehingga ikan
tetap hidup dan tidak stress.
KENDALA PRODUKSI
Pada saat ini di daerah OKI belum ada UPR ikan patin dan produksi
benih oleh UPR di Palembang belum mencukupi permintaan masyarakat
Sumsel. Oleh karena itu benih ikan patin didatangkan dari Bogor dan
daerah lain di Pulau Jawa. Walaupun keadaan transportasi cukup baik,
namun keadaan ini dapat menjadi kendala di masa yang akan datang, yaitu
harga benih menjadi lebih mahal dan jumlah pasokan benih sulit
diprediksi, sehingga akan mempengaruhi usaha budidaya pembesaran ikan
patin di daerah ini. Kendala lain yang dihadapi adalah usaha pembenihan
ikan patin memerlukan biaya cukup tinggi karena usaha pembenihan
memerlukan persyaratan teknologi budidaya tertentu. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah Pemerintah Daerah
setempat bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di
kecamatan Mariana dan dinas terkait, membantu pengadaan unit-unit
pembenihan ikan patin.
Dalam budidaya ikan air tawar, pakan merupakan kebutuhan primer untuk
mempercepat pertumbuhaan ikan. Ikan patin termasuk salah satu jenis
ikan air tawar yang lahap dalam konsumsi pakan. Pakan buatan pabrik
relatif mahal, sehingga masyarakat berusaha mengganti pakan pabrik
dengan pakan buatan sendiri yang bahan bakunya diperoleh dari daerah
sekitarnya. Masalahnya adalah dosis pakan buatan sendiri belum dapat
dipastikan sesuai dengan kebutuhan ikan, sehingga efisiensi
penggunaannya belum diketahui. Usaha yang perlu dilakukan untuk
mengatasi hal ini adalah dilakukannya penelitian, penyuluhan dan
pelatihan oleh pihak yang berkepentingan kepada para pembudidaya dalam
pembuatan pakan buatan yang memenuhi syarat teknis budidaya dan secara
ekonomis menguntungkan.
Oleh karena sistem fence baru berkembang dalam tiga tahun terakhir,
maka kendala utama yang dihadapi oleh calon pembudidaya ikan patin yang
akan memakai sistem ini adalah dalam hal : penguasaan teknik konstruksi
fence; penguasaan manajemen pemeliharaan ikan patin; dan belum adanya
informasi mengenai rencana lokasi lahan budidaya. Kendala teknik
konstruksi dan manajemen pemeliharaan dapat diatasi apabila lembaga
terkait aktif memberikan penyuluhan dan pelatihan ketrampilan kepada
masyarakat calon pembudidaya. Lembaga terkait saat ini telah memberikan
penyuluhan dan pelatihan, namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan
kendala informasi dapat diatasi dengan keaktifan dua belah pihak yaitu
Pemerintah dan calon pembudidaya untuk saling mencari dan
menyebarluaskan informasi mengenai rencana peruntukan lokasi budidaya
ikan patin. Ketepatan lokasi penting agar tidak merugikan seluruh pihak
baik pembudidaya, pemerintah daerah maupun bank apabila proyek dibiayai
oleh bank. Kerugian perlu dicegah karena budidaya ikan patin adalah
usaha yang terkait erat dengan usaha pada sektor-sektor lain baik
usaha-usaha disektor hulu maupun sektor hilir. Usaha ini mempunyai
kaitan dengan sektor hulu karena:
- dapat menghidupkan usaha penyediaan bahan baku lokal untuk pembuatan karamba dan fence serta peralatan perikanan
- memanfaatkan limbah produk ikan olahan dan hasil sampingan industri
kecil pengolahan hasil pertanian sebagai bahan baku untuk pakan ikan
- menghidupkan usaha produksi dan jasa penyediaan benih dan saprokan lainnya.
Sedangkan di sektor hilir usaha ini dapat menghidupkan kegiatan
ekonomi yang mencakup usaha sektor pedagangan ikan, usaha rumah
makan/restoran, usaha transportasi dan pelayanan kredit perbankan.
Sektor usaha budidaya ikan patin juga memberikan sumbangan bagi
pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan retribusi usaha
budidaya ikan.